Islamophobia Meningkat di Thailand Karena Konflik di Timur Tengah

Nur, seorang blogger muslim yang tinggal di Bangkok, menerima pelecehan online setelah mengutuk Hamas dan menjelaskan sejarah Israel dan Palestina di halaman media sosialnya, ‘Madam Kashmir.’ Setelah serangan Hamas di Israel pada 7 Oktober, Nur adalah salah satu dari banyak orang Thailand yang mengetahui bahwa beberapa warga Thailand, termasuk di antara 1.200 orang yang tewas atau lebih dari 200 orang yang diculik. Jumlah ini adalah yang tertinggi di antarawarga negara non-Israel yang mengalami dampak akibatserangan tersebut. Kejadian ini lantas menyebabkan Islamofobiamuncul kembali di Thailand, sebagaimana beberapa penggunamedia atau sosial memulai mengaitkan semua muslim denganHamas dan kekerasan.

“Sudah pasti berbeda jika korban bukan orang Thailand. Masyarakat menjadi emosional dan memicu bias terhadap kami, umat muslim,” katanya kepada BBC.(1/12)

Para ahli mengatakan bahwa pengguna media sosialmenghubungkan Islam dengan kekerasan dari Hamas, yang menyebabkan munculnya Islamophobia online. Selain itu, beberapa akun media sosial Thailand telah menyebarkaninformasi palsu, yang memicu kebencian terhadap umat muslim. Hal ini bisa membahayakan keselamatan komunitas muslim, terutama di negara minoritas.

Deep South Watch, sebuah institusi penelitian yang berbasis di selatan Thailand, melaporkan bahwa lebih dari 7.000 Muslim telah terbunuh dan 13.500 lainnya terluka sejak kekerasan pecahpada tahun 2004. Supinya Klangnarong, salah satu pendiriCofact Thailand, sebuah platform pengecekan fakta kolaboratif, mengatakan bahwa pemerintah harus berbuat lebih untukmenjembatani kesenjangan antar-komunitas dan melindungipenggunanya. Selain itu, ia percaya bahwa masyarakat perludiberdayakan dengan pendidikan literasi media dan keterampilan berpikir kritis.

Ekkarin Tuansiri, seorang profesor ilmu politik di Universitas Prince of Songkla, mengatakan “Ketika ada lonjakan ujarankebencian yang bersifat Islamofobia, saya biasanya melihatkumpulan kata kunci yang sama mencapai puncaknya secaraonline. Namun dalam konflik saat ini saya merasa bahwa ujarankebencian mulai meningkat menjadi ujaran yang berbahaya,” katanya. Tuansiri, yang juga seorang muslim dan tinggal di selatan Thailand, percaya bahwa swasensor adalah satu-satunyacara untuk menjaga hubungan dengan orang lain, karena trauma kolektif dari serangan seperti ini bisa memicu respons emosionaldari orang di dunia maya.

Reviews

0.0

User Score

0 ratings
Rate This

Sharing

Leave your comment