Yordania Tegaskan Pengusiran Paksa Warga Palestina Sama dengan Deklarasi Perang

Amman — Para pejabat Yordania mengatakan, pengusiran paksa warga Palestina sama saja dengan deklarasi perang. Langkah ini akan mendorong Yordania untuk menangguhkan perjanjian perdamaiannya dengan Israel.

Para pejabat juga khawatir akan terjadi kekerasan yang lebih luas di Tepi Barat, yang berbatasan dengan Yordania, seiring meningkatnya serangan pemukim terhadap warga sipil Palestina, penyitaan tanah, dan serangan militer Israel. Hal ini dapat menciptakan keadaan yang dapat mendorong Israel untuk memaksa puluhan ribu warga Palestina menyeberangi Sungai Yordan.

Pada Selasa (5/12/2023) Yordania mengutuk langkah Israel untuk membangun pemukiman baru di Yerusalem Timur, bagian dari kota yang diperebutkan yang direbut bersama dengan Tepi Barat dalam perang Arab-Israel tahun 1967. PBB menganggap Yerusalem Timur sebagai wilayah pendudukan.

“Ekspansi Israel terhadap pembangunan pemukiman Yahudi di tanah yang didudukinya dan penyitaan wilayah tersebut merupakan pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional dan meredupkan prospek perdamaian,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Yordania, Sufain Qudah, dilansir Middle East Monitor.

Raja Yordania, Abdullah II pada Selasa mengatakan, dunia harus mengutuk segala upaya Israel untuk menciptakan kondisi yang akan memaksa warga Palestina untuk mengungsi di Jalur Gaza atau di luar perbatasannya yang hancur akibat perang.

Dalam pernyataan yang disampaikan oleh media pemerintah setelah pertemuan dengan presiden Siprus di Amman, Raja Abdullah II kembali menyerukan gencatan senjata secepatnya.

Abdullah II juga memperingatkan bahwa pengeboman Israel yang tiada henti akan menyebabkan kemunduran yang berbahaya. Pembicaraan Abdullah II dengan Presiden Siprus, Nikos Christodoulides, berfokus pada perlunya meningkatkan upaya penyampaian bantuan kemanusiaan kepada warga sipil yang tinggal di Gaza.

Abdullah II telah melobi para pemimpin Barat untuk memberikan tekanan pada Israel agar mengizinkan aliran bantuan tanpa gangguan. Termasuk membuka penyeberangan yang dikontrolnya untuk memberikan bantuan yang diperlukan dalam jumlah yang cukup.

Israel kini mengendalikan volume dan sifat bantuan yang masuk ke Gaza. Para pejabat UNRWA mengatakan, hanya ada sedikit bantuan yang masuk ke Gaza melalui perbatasan Rafah dengan Mesir. Bantuan itu hanya dapat memenuhi sebagian kecil dari total kebutuhan warga Gaza.

Raja Abdullah II mengatakan kepada Christodoulides bahwa akan ada konsekuensi berbahaya dari segala upaya untuk secara paksa mengusir warga Palestina secara massal dari tanah mereka sambil mempertahankan kontrol keamanan.

Israel memulai pengeboman di Gaza sebagai pembalasan atas serangan pejuang Hamas pada 7 Oktober 2023. Pengeboman Israel telah menyebabkan hampir 16.000 warga Palestina meninggal dunia, dan membuat 80 persen penduduk meninggalkan rumah mereka. Red dari berbagai sumber

Reviews

0.0

User Score

0 ratings
Rate This

Sharing

Leave your comment