Iran Cambuk 74 Kali Wanita Tak Berjilbab

Teheran — Pihak berwenang di Iran telah mencambuk seorang perempuan karena dianggap telah melanggar moral publik karena tidak memakai jilbab. Perempuan itu mendapatkan cambukan sebanyak 74 kali.  Iran termasuk negara yang mengeluarkan aturan ketat terkait pengunaan pakaian di tempat umum.

“Terdakwa, Roya Heshmati, mendorong sikap permisif (dengan tampil) secara memalukan di tempat-tempat umum yang sibuk di Teheran,” kata situs pengadilan Mizan Online pada Sabtu (6/1/2024) malam.

“Hukuman cambuk sebanyak 74 kali dilakukan sesuai dengan hukum dan syariah, dan karena melanggar moral publik,” kata situs pengadilan, dilansir dari Alarabiya, Senin (8/1/2023).

Pemerintan Iran telah mewajibkan seluruh perempuan di Iran, untuk menutup leher dan kepala mereka sejak Revolusi Islam pada 1979. Namun hukuman pencambukan ini sangat jarang dilakukan, meskipun pejabat selalu menangkap dan menindak mereka.

Gerakan protes memuncak pada 2022 dipicu kematian Mahsa Amini dalam tahanan pada September 2022. Amini, seorang warga Kurdi Iran berusia 22 tahun yang ditangkap karena dugaan pelanggaran aturan berpakaian ketat bagi perempuan di Republik Islam.

Selama protes, pengunjuk rasa perempuan melepaskan jilbab mereka atau bahkan membakarnya. Perempuan lain juga semakin melanggar aturan berpakaian, sehingga berujung pada tindakan keras.

Kelompok hak asasi manusia yang berfokus pada Kurdi, Hengaw, mengidentifikasi Heshmati sebagai wanita berusia 33 tahun asal Kurdi.

Dia ditangkap pada bulan April “karena menerbitkan foto di media sosial tanpa mengenakan jilbab,” kata pengacaranya, Maziar Tatai, kepada harian reformis Shargh.

Heshmati juga diperintahkan membayar denda sebesar 12 juta real atau sekitar 25 dolar AS, karena tidak mengenakan cadar di depan umum.

Para pejabat telah memasang kamera pengintai di tempat-tempat umum untuk memantau pelanggaran dan menutup bisnis yang melanggar aturan.

Parlemen Iran juga telah membahas rancangan undang-undang yang akan memperketat hukuman bagi mereka yang melanggar aturan berpakaian.

Pada 16 September 2022 lalu, Mahsa Amini, seorang perempuan muda dari Iran, meninggal dalam penahanan polisi moral setelah ditangkap dengan tudingan mengenakan jilbab tak sesuai aturan. Hingga saat ini, peristiwa yang mengguncang Iran tersebut belum benar-benar bisa dipadamkan.

Kematian Mahsa Amini memicu protes terbesar selama berbulan-bulan terhadap pemerintahan ulama Syiah di Republik Islam Iran, dan menarik perhatian internasional.  Amini adalah seorang wanita Kurdi berusia 22 tahun yang ditangkap oleh polisi moral tahun lalu karena diduga melanggar aturan berpakaian.

Pemerintah Iran menerapkan aturan berpakaian yang sangat ketat bagi perempuan selepas Revolusi Iran yang dipimpin ulama Syiah Ayatullah Khomaeni pada 1979. Tak hanya mengenakan hijab, perempuan juga disyaratkan menggunakan kain lebar tak berjahit berwarna hitam yang disebut chador dan menutupkannya dari kepala hingga kaki.

Pada masa menjelang dan awal-awal Revolusi Iran pada 1979, pakaian tersebut adalah lambang perlawanan terhadap pemerintahan diktator saat itu yang didukung Amerika Serikat.

Seiring waktu, yang mulanya simbol perlawanan justru dianggap menjadi aturan yang terlampau ketat membatasi gerak perempuan Iran saat dibakukan jadi aturan wajib.

Kematian Amini seperti menjadi titik nadir atas kegelisahan perempuan di Iran atas aturan-aturan ketat soal pakaian itu. Dalam aksi-aksi selepas kematian Amini, sejumlah perempuan Iran berunjuk rasa dengan melepas kerudung mereka di tengah jalan. Red dari berbagai sumber

 

Reviews

0.0

User Score

0 ratings
Rate This

Sharing

Leave your comment